Breaking News
Loading...
Kamis, 04 Desember 2014

Info Post



Pada hari ketiga perhelatan Jong Bataks Arts Festival (JBAF) akan menampilkan ragam seni dan budaya dengan nuansa Simalungun. Beberapa materi yang ditampilkan, antara lain, pada sorenya “markombur” di Lapo Jong serta workshop penulisan aksara Batak. Sementara pada malamnya harinya, akan digelar pemutaran sekaligus lounching video klip dari kelompok musik Horja Bius dari Jakarta, pimpinan Mogan Pasaribu. Horja Bius sendiri adalah grup musik Toba yang lirik-lirik lagunya diambil dari tonggo-tonggo atau doa-doa tradisional yang lazim digunakan masyarakat tradisi Batak Toba di masa lalu.
Selain itu, juga akan tampil perform arts dari Martahan Sitohang yang kini berdomisili di Jakarta. Martahan Sitohang sendiri baru-baru ini meraih penghargaan dari MURI  untuk penampilan gondang terbanyak se Indonesia. Martahan akan menampilkan beberapa reportoar musik Simalungun. Sekaligus ia juga akan share tentang pengalamannya yang berjuang memasukkan musik  Batak dari gereja ke gereja yang ada di Jakarta.
Sedangkan pada 28 Oktober, Jong Bataks Arts Festival akan dibuka dengan karnaval (pawai budaya) yang berlangsung mulai pukul 10 pagi. Pawai budaya akan diikuti ratusan pelajar dan pemuda yang mengambil titik keberangkatan dari Taman Budaya Sumatera Utara menuju Lapangan Merdeka-Lapangan Benteng- dan kembali ke Taman Budaya Sumatera Utara. Sore harinya tepat pukul 15.00 akan dipentaskan Opera Jong Batak untuk sesi pertama. Sedangkan sesi kedua (pada hari yang sama) Opera Jong Bataks akan berlangsung pada pukul 19.30. Opera Jong Bataks ini akan dimainkan sekitar 150 orang, yang terbagi atas pelakon, pemusik dan penari. Mereka antara lain gabungan para pelajar dari Binjai, mahasiswa Unimed dan mahasiswa Nommensen.

Satir Markombur
Sebelumnya di hari kedua, Jong Bataks Arts Festival diisi dengan “markombur” yang membahas soal status versus eksistensi seniman. Dalam ngobrol ngalur ngidul itu, terbersit bagaimana status seniman “tidak dianggap”.
“Kalau pelukis kan lebih kaya dibanding PNS. Bisa punya rumah dan mobil banyak. Ya, paling tidak di atas kanvas,” celoteh Fredico Purba, seorang pelukis dari Unimed.
Hendra Ginting yang berprofesi sebagai musisi jalanan tak mau kalah. Pemuda bersuara serak ini berceloteh. “Kalau kami pengamen ini gak kalah dari karyawan. Makan enak setiap hari. Siap makan nyanyi, siap nyanyi makan,” kelakar Hendra.
Kelakar Hendra ditimpali Andi Siahaan, seorang fotografer. Andi Siahaan mengaku mulai merasakan stigma negatif masyarakat terhadap seniman.
“Ia sudah ditanya-tanya. Kerjamu apa? Kantormu dimana? Ya kujawab aja, kantorku adalah alam semesta,” jelas Andi terpingkal-pingkal.
Ngalur ngidul itu pun menyerempet ke masalah psikologi, sosial, politik dan ekonomi bangsa ini. Menurut Direktur RKI, Jones Gultom yang ikut markombur, masyarakat kita sedang sakit. Tidak tahu lagi menjalani hidup senang. “Seniman jangan mau ikut-ikutan sakit. Caranya ya tetap harus berkaya,” jelas Jones.



0 komentar:

Posting Komentar