Breaking News
Loading...
Minggu, 20 September 2015

Info Post

IDRIS PASARIBU
Idris Pasaribu lahir di Deli Tua 5 Oktober 1952. Masa kecil hingga remajanya berlangsung di Sibolga, kota pelabuhan terbesar di pantai Barat Sumatera.
Tahun 1977 puisi-puisinya mulai dimasukkan dalam antologi sastrawan Sumatera Utara. Antologi puisi bersamanya terbit di Aceh (tiga judul), Jakarta dan Yogyakarta. Antologi cerpen bersama diikutkan di berbagai antologi yang terbit di Medan, Aceh, Jakarta bersama Hamsad Rangkuti dan penulis lainnya (Aisyah, Di balik Tirai Jendela) serta antologi cerpen bersama cerpenis Malaysia-Indonesia di Muara I dan Muara III.

Cerpen-cerpen Idris mengambil tema-tema sejarah, budaya, kritik sosial. Seorang pengamat sastra Martin Alaeda, menilai cerpen-cerpennya memiliki gaya sastra reportatif. “Dia yang pertama kali mengatakan ada sastra reportatif, yaitu saya sendiri, Idris Pasaribu,”ujarnya.

Idris berpendapat bahwa menulis cerpen atau novel sebaiknya didahului dengan sebuah reset. Tujuannya agar cerpen tersebut membumi. Dia mencontohkan saat menulis Acek Botak (2009), sebuah novel yang becerita tentang masuknya orang-orang Cina, Jawa, Tamil ke Sumatera Utara. “Ketika saya menulis Acek Botak, saya melakukan riset yang panjang. Membaca novel saya pembaca seolah-olah pandangan mata atas kejadian 1927-1971 itu”ujar, pria yang semasa mahasiswa dirinya aktif sebagai Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GMNI) di Medan.
Aktifitasnya yang intens di dunia sastera nasional semakin meningkat karena saat dia menjadi Ketua Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Medan.

0 komentar:

Posting Komentar