Breaking News
Loading...
Senin, 28 September 2015

Info Post
31 Oktober 2015 di Taman Budaya Sumatera Utara


BUNDA DJIBRIL DJUHRA, aslinya ia boru Siregar

Lahir di Medan, sekitar 30 tahun yang lalu, ia sangat mencintai kesenian dengan sepenuh hatinya. Aktivitas kesehariannya selain berkesenian ia Bekerja serta menjadi ibu rumah tangga yang berusaha menjadi baik, bagi anak-anaknya. 
Beberapa monolog yang ia pernah garap :
“AIRA”, “CELAH”, “BATU GONCANG”, “LENGUH PENARI ANGIN”, “PENGANTIN LIAT”, “CERUK BUKIT PASIR”. Kali ini ia akan membawakan monolog berjudul “ PARASO “

PARASO adalah ulah leluhur turun temurun yang membawa kiparat bagi anak cucunya. Yang jika tak mereka matikan walau hanya satu orang dengan ilmu racunnya, maka mereka akan menelan racun itu sendiri. Setidaknya anak dan keluarga akan tertumbalkan. Seorang perempuan yang menerima ilmu turun temurun itu snegaja mangambilnya, karena abang dan kakak atau sanak lain tak mau menampung ilmu itu. Mereka yang memgang ilmu itu akan dianggap biang keladi kematian, atau jika dia bisa bermanis manis pada penduduk, maka akan jadi algojo bagi orang-orang yang ingin di racun. Mendapat uang yang tidak menumbalkan keluarga atau dirinya. Nah! Perempuan ini tidak demikian. Dia mempertahankan untuk tidak meracun siapa pun. Dan bersedia dikorbankan. Sayangnya, anak yang tadinya baik-baik saja yang dianggap akan mampu menyambung hidupnya sendiri ternyata diluar dugaan mengalami kegilaan. Akibat kehamilan yang disengaja. Perbuatan dari hasil hubungan dia dan kekasihnya yang seorang pemuda terpandang, anak seorang pemuka di kampung itu. Tapi karena sayang dan tak mau membuat malu orangtua, anak gadisnya menyebutkan dirinya depirkosa oleh orang yang tak dikenal. Bertahan dengan kebohongan dan hamil yang semakin membesar membuat anak itu depresi. Dan mengalami kegilaan yang benar-benar gila. Hingga kronis dan harus diasingkan. Setiap malam dia merintih luka, tapi ibunya tak bisa bertindak. Satu ketika, tak sengaja ibunya mendengar rintihan anak perempuannya itu, dan memohon-mohon untuk sebuah nama itu datang dan bertanggung jawab. Hingga sang ibu menghampiri dan membujuk. Akhirnya tercetuslah pelaku kehamilan anaknya. Sedang buruk waktu, minggu depan adalah pernikahan pemuda itu. Dan sigadang menjadi pesta paling besar dan mewah di kampung itu. Niat buruk muncul dari ibunya, dan hendak meracun. Dengan itu, dia bisa membalaskkan dendam untuk anak perempuannya dan tidak menelan racun itu sendiri. Karena baginya kematiannya yang tidak baik itu akan membuat anak perempuannya yang gila akan mengalami kegilaan yang jauh dari kegilaannya sekarang. Siapa yang akan merawatnya. Orang tentulah tidak akan berkunjung, mereka khawatir akan terkena percik racun jika berkunjung. Suatu malam dia bermimpi. Leluhurnya yang tidak pernah dia kenal datang. Membawa petuah. Sudah sekian lama ilmu itu ada padanya tapi tidak dia racun satu orang pun. Dalam mimpi dia menyebutkan akan mengantar racun itu sendiri untuk seseorang. Sayangnya dia melihat wajah anak perempuannya yang merintih-rintih. Tak sampai hati. Bangun dari mimpinya. Kegaduhan dalam hatinya mulai berat. Anak perempuan yang terus semakin menggila dan merintih membuatnya semakin luka, dan hendak meracun itu mulai dangat kuat di hatinya. Tapi ntah kenapa, suara anaknya yang meminta mati saja terdengar begitu lirih. Hingga dia pun berpikir, dan menarik keinginan membalas dendam. Permintaannya bermimpi kembali. Tapi sayang mimpi itu tak kunjung datang lagi. Suatu malam dia berdoa pada Tuhan. Dia meminta beri petujuk untuk aku tidak menjahati orang lain, tapi tidak mengorbankan diriku yang masih harus merawat anakku yang sakit. Ntah semacam pembukaan hati. Tiba tiba sebuah keyakinan membentur. Dan dia yakin untuk tidak membalaskan dendam dengan meracun. Sementara anaknya semakin parah. Tidak tertolong secara fisik dan psikis. Dengan berat hati dia berucap dalam hati, akan menelan racun itu sendiri. Seperti kata leluhur, bahwa jika dia tida meracun maka dia atau keluarganya akan menjadi tumbalnya. Yang ada dalam hatinya, biarlah dia pergi, tapi bukan karena dosa yang aku perbuat.
Ikut rangkaian kegiatan #jong_bataks_arts_festival 2015 dari tanggal 27-31 Oktober 2015 di Taman Budaya Sumatera Utara
Next
This is the most recent post.
Posting Lama

1 komentar: