Breaking News
Loading...
Minggu, 28 September 2014

Info Post



Diskusi Jong Bataks Arts Festival yang dilaksanakan di Ruang Pameran Taman Budaya Sumatera Utara, Jum’at (26/92014) adalah rangkaian kegiatan pembuka untuk menyampaikan ke publik tentang perhelatan Jong Bataks Arts Festival yang akan digelar pada 25 Oktober 2014-1 November 2014 di Taman Budaya Sumatera Utara. Event ini sebagai media refleksi pemuda-pemuda Sumatera Utara memaknai sumpah pemuda.
Pemuda memang selalu hangat dibicarakan. Hal itu disebabkan dinamika yang dimiliki pemuda dalam berinteraksi dengan situasi budaya di sekelilingnya selalu tinggi. Apalagi kalau berbicara tentang pemuda-pemuda Sumatera Utara yang banyak berperan dengan terjadinya peristwa bersejarah pada era 20 an. Ada Amir Syarifuddin, Nahum Situmorang, Djamin Ginting dan banyak lagi. Hal itu terungkap dari pernyataan Jhon Fawer Siahaan, moderator pada diskusi sore itu ketika ia mencoba membongkar kembali kisah-kisah heroik para pemuda Sumatera Utara yang berjuang menegakkan nasionalisme di Indonesia.

“Pemuda itu jangan didefenisikan dari sisi usia. Tapi pemuda itu adalah sosok yang selalu memberikan gagasan-gagasan pembaharuan ke public. Memiliki spirit dan kekuatan untuk melakukan terobosan di wilayah yang belum pernah dijamahnya, baik itu wilayah social maupun kebudayaan,” ungkap salah seorang narasumber, Sultan Saragih (pegiat budaya Simalungun). Maka wajar saja bila Sumatera Utara pada era 50-70 an banyak menghasilkan orang-orang berpengaruh di segala sector kehidupan di Indonesia. Apalagi bila kita melihat produk kebudayaannya; pada era itu pemuda-pemuda Sumatera Utara banyak menghasilkan karya-karya seni; sastra, teater, perfilman dan juga percetakan buku.
Hal yang perlu kita refleksikan pada diskusi sore itu adalah ternyata di era reformasi ini sangat jarang, atau bisa dikatakan tidak ada lagi pemuda-pemuda Sumatera Utara yang memiliki pengaruh dan kekuatan pembaharuan, terutama di sector kebudayaan. Padahal Sumatera Utara memiliki potensi yang cukup besar menjadi propinsi perfilman di Indonesia. Hal itu juga terungkap dengan pernyataan salah satu narassumber, Cressenda Tenori PL Sembiring (pegiat perfilman Karo).
“Sumatera Utara memiliki sumber daya alam, kebudayaan dan manusia yang besar untuk menjadi profinsi perfilman Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari letak geografis, suku bangsa dan kapasitas manusianya. Alas an itulah yang menyebabkan saya pulang kampong. Dengan ilmu yang saya dapat di Pulau Jawa, saya ingin mengembangkan perfilman Sumatera Utara dan saya mulai dengan lebih serius menggali kebudayaan leluhur saya, yaitu Karo.”
Diskusi sore itu yang sengaja dibuat informal lebih banyak menyajikan pengalaman-pengalaman pribadi para narasumber dalam melakukan suatu terobosan dalam hidupnya yang pernah dilakukan. Ketiga para narasumber memiliki kesamaan prinsip; melakukan seuatu hal dari yang diketahui. Walaupun sedikit, tapi hal itu bisa sangat berarti bagi kehidupan. Begitulah yang disampaikan salah seorang guru muda dari tanah Toba yang setahun belakangan menjadi pengajar daerah terluar di Papua, Herman Pardosi. Ia mengungkapkan dengan sedikit bersastra bahwa mengalirkan air ke laut itu indah, tapi lebih indah dan bermakna bila kita meneteskan setitik air di gurun. Itu pengalamannya yang sangat berharga untuk menginspirasi para pemuda Sumatera Utara ketika ia bertugas ke tanah Papua.
“Masyarakat Papua lebih butuh makan daripada pendidikan. Jadi jangan heran bila pada suatu waktu ketika kita mengajar anaknya untuk membaca dan menulis tiba-tiba orang tuanya datang dan menyuruh anaknya untuk mengambil sagu. Kita sebagai pengajar tidak bisa menghalangi. Pendidikan di Papua, apalagi di daerah pedalamannya masih sesuatu yang asing dan aneh. Kita harus melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih humanis untuk mengajak mereka belajat. Seperti yang saya lakukan. Saya sering bermain bersama dengan anak-anak Papua; berkejaran, mandi di sungai. Dari sanalah kita bisa menyadarkan ke mereka bahwa pendidikan itu penting.”
Hal yang terpenting dari diskusi itu sebenarnya adalah sejauh mana efek yang dihasilkan dari ketiga narasumber kita itu dalam melakukan terobosan di profesinya masing-masing untuk menginspirasi pemuda-pemuda Sumatera Utara melakukan gerakan perubahan? Yah, para narasumber kita sore itu telah memberikan karya sesuai dengan yang mereka tahu dan mereka punya. Kalau kita mengaku memiliki spirit pemuda; terobosan apa yang bisa kita lakukan untuk memberikan dinamika kehidupan di Sumatera Utara?
Ojak Manalu selaku Manajer produksi Jong Batak Arts festival mengatakan bahawa Jong Batak Arts akan di adakan pada tanggal 25 Oktober- 01 November 2014 yang bakal di gelar di Taman Budaya Sumatera Utara, kegiatan ini merupakan kegiatan swadaya yang digalang Rumah Karya Indonesia dan tetap masih terbuka untuk umum dan memberikan ruang kepada setiap komunitas yang ingin berkontribusi, adapun kegiatan nantinya dalam Jong Batak Arts Festival adalah Pameran Seni Rupa dan Pameran Foto bertajuk Geopark, Pertunjukan Tari, Musik,Pemutaran Film Lokal, Monsak, worshop, Pertunjukan Kolosal Opera Jong Batak dan di sertai dengan lomba Vokal Solo, Photogarafi, Mewarnai, Orasi Budaya dan baca Puisi.

0 komentar:

Posting Komentar