Diskusi Jong Bataks Arts Festival
yang dilaksanakan di Ruang Pameran Taman Budaya Sumatera Utara, Jum’at
(26/92014) adalah rangkaian kegiatan pembuka untuk menyampaikan ke publik
tentang perhelatan Jong Bataks Arts Festival yang akan digelar pada 25 Oktober
2014-1 November 2014 di Taman Budaya Sumatera Utara. Event ini sebagai media
refleksi pemuda-pemuda Sumatera Utara memaknai sumpah pemuda.
Pemuda memang selalu hangat
dibicarakan. Hal itu disebabkan dinamika yang dimiliki pemuda dalam
berinteraksi dengan situasi budaya di sekelilingnya selalu tinggi. Apalagi
kalau berbicara tentang pemuda-pemuda Sumatera Utara yang banyak berperan dengan
terjadinya peristwa bersejarah pada era 20 an. Ada Amir Syarifuddin, Nahum
Situmorang, Djamin Ginting dan banyak lagi. Hal itu terungkap dari pernyataan
Jhon Fawer Siahaan, moderator pada diskusi sore itu ketika ia mencoba
membongkar kembali kisah-kisah heroik para pemuda Sumatera Utara yang berjuang
menegakkan nasionalisme di Indonesia.
“Pemuda itu jangan didefenisikan
dari sisi usia. Tapi pemuda itu adalah sosok yang selalu memberikan
gagasan-gagasan pembaharuan ke public. Memiliki spirit dan kekuatan untuk
melakukan terobosan di wilayah yang belum pernah dijamahnya, baik itu wilayah
social maupun kebudayaan,” ungkap salah seorang narasumber, Sultan Saragih
(pegiat budaya Simalungun). Maka wajar saja bila Sumatera Utara pada era 50-70
an banyak menghasilkan orang-orang berpengaruh di segala sector kehidupan di
Indonesia. Apalagi bila kita melihat produk kebudayaannya; pada era itu
pemuda-pemuda Sumatera Utara banyak menghasilkan karya-karya seni; sastra,
teater, perfilman dan juga percetakan buku.
Hal yang perlu kita refleksikan
pada diskusi sore itu adalah ternyata di era reformasi ini sangat jarang, atau
bisa dikatakan tidak ada lagi pemuda-pemuda Sumatera Utara yang memiliki
pengaruh dan kekuatan pembaharuan, terutama di sector kebudayaan. Padahal Sumatera
Utara memiliki potensi yang cukup besar menjadi propinsi perfilman di
Indonesia. Hal itu juga terungkap dengan pernyataan salah satu narassumber,
Cressenda Tenori PL Sembiring (pegiat perfilman Karo).
“Sumatera Utara memiliki sumber
daya alam, kebudayaan dan manusia yang besar untuk menjadi profinsi perfilman
Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari letak geografis, suku bangsa dan kapasitas
manusianya. Alas an itulah yang menyebabkan saya pulang kampong. Dengan ilmu
yang saya dapat di Pulau Jawa, saya ingin mengembangkan perfilman Sumatera
Utara dan saya mulai dengan lebih serius menggali kebudayaan leluhur saya,
yaitu Karo.”
Diskusi sore itu yang sengaja
dibuat informal lebih banyak menyajikan pengalaman-pengalaman pribadi para
narasumber dalam melakukan suatu terobosan dalam hidupnya yang pernah
dilakukan. Ketiga para narasumber memiliki kesamaan prinsip; melakukan seuatu
hal dari yang diketahui. Walaupun sedikit, tapi hal itu bisa sangat berarti
bagi kehidupan. Begitulah yang disampaikan salah seorang guru muda dari tanah
Toba yang setahun belakangan menjadi pengajar daerah terluar di Papua, Herman
Pardosi. Ia mengungkapkan dengan sedikit bersastra bahwa mengalirkan air ke
laut itu indah, tapi lebih indah dan bermakna bila kita meneteskan setitik air di
gurun. Itu pengalamannya yang sangat berharga untuk menginspirasi para pemuda
Sumatera Utara ketika ia bertugas ke tanah Papua.
“Masyarakat Papua lebih butuh
makan daripada pendidikan. Jadi jangan heran bila pada suatu waktu ketika kita
mengajar anaknya untuk membaca dan menulis tiba-tiba orang tuanya datang dan
menyuruh anaknya untuk mengambil sagu. Kita sebagai pengajar tidak bisa
menghalangi. Pendidikan di Papua, apalagi di daerah pedalamannya masih sesuatu
yang asing dan aneh. Kita harus melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih
humanis untuk mengajak mereka belajat. Seperti yang saya lakukan. Saya sering
bermain bersama dengan anak-anak Papua; berkejaran, mandi di sungai. Dari
sanalah kita bisa menyadarkan ke mereka bahwa pendidikan itu penting.”
Hal yang terpenting dari diskusi
itu sebenarnya adalah sejauh mana efek yang dihasilkan dari ketiga narasumber
kita itu dalam melakukan terobosan di profesinya masing-masing untuk
menginspirasi pemuda-pemuda Sumatera Utara melakukan gerakan perubahan? Yah, para
narasumber kita sore itu telah memberikan karya sesuai dengan yang mereka tahu
dan mereka punya. Kalau kita mengaku memiliki spirit pemuda; terobosan apa yang
bisa kita lakukan untuk memberikan dinamika kehidupan di Sumatera Utara?
Ojak Manalu selaku Manajer produksi Jong Batak Arts festival
mengatakan bahawa Jong Batak Arts akan di adakan pada tanggal 25 Oktober- 01
November 2014 yang bakal di gelar di Taman Budaya Sumatera Utara, kegiatan ini
merupakan kegiatan swadaya yang digalang Rumah Karya Indonesia dan tetap masih
terbuka untuk umum dan memberikan ruang kepada setiap komunitas yang ingin
berkontribusi, adapun kegiatan nantinya dalam Jong Batak Arts Festival adalah
Pameran Seni Rupa dan Pameran Foto bertajuk Geopark, Pertunjukan Tari,
Musik,Pemutaran Film Lokal, Monsak, worshop, Pertunjukan Kolosal Opera Jong
Batak dan di sertai dengan lomba Vokal Solo, Photogarafi, Mewarnai, Orasi
Budaya dan baca Puisi.
0 komentar:
Posting Komentar